Sabtu, 22 Juni 2013

Tradisi Wahabi Salafi

Berdusta Adalah Tradisi Wahabi

Pada kesempatan ini kami suguhkan ke hadapan anda sekalian seri dusta Wahabi. Dusta adalah kata yang begitu melekat pada mereka seakan tak terpisahkan, atau bisa dikatakan dusta adalah tradisi wahabi. Sudah begitu banyak para peneliti meulis tentang Wahabi yang terbukti banyak berdusta demi menyebarkan ajaran Islam agar pas dengan selera hawa nafsu mereka.
Dan berikut ini adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh ustadz Ibnu Abdillah Al- katiby, yang berhasil membongkar dusta ulama panutan Wahabi yaitu Ibnul Qoyim al Jauziyah yang mana beliau ini adalah salah satu murid Ibnu taimiyah.  Untuk lebih jelasnya, mari kita ikuti presentasi ustadz Ibnu Abdillah Al katiby tentang dusta Ibnul Qoyim berikut ini…..

Ibnul Qayyim berdusta atas nama imam al-Baihaqi

Kerap kali ditemukan bukti-bukti ulama wahabi melakukan penipuan dan kecurangan di dalam beristidal, berargumentasi dan berhujjah dalam kitab-kitabnya. Ada yang memelintir atau memanipulasi ucapan para ulama Ahlus sunnah untuk dipaksakan sesuai dengan keinginan nafsunya, ada yang mereduksi dan memotong ucapan para ulama, ada pula yang mendistorsinya bahkan berdusta atas nama Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam atau para sahabat. Allah al-Musta’aan..
Saya tidak tahu apakah berdusta dan menipu itu diwajibkan dalam ajaran mereka atau memang mereka sengaja melakukan itu tanpa rasa takut kepada Allah sama sekali dalam dada mereka. Apa yang dilakukan mereka barangkali mencontoh apa yang dilakukan oleh para Ulama sebelumnya yang telah dijadikan rujukan dalam mengambil ilmu.
Berikut ini bukti kedustaan seorang ulama besar yang menjadi panutan dan rujukan kaum Salafi Wahhabi, murid dari Ibnu Taimiyyah yaitu Ibnul Qayyim yang telah dengan jelas melakukan kedustaan atas nama al-Hafidz al-Baihaqi :

Ibnul Qayyim mengatakan:



“ Pendapat imam muslimin yang dijuluki Penerjemah lisan al-Quran yaitu Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma: telah disebutkan oleh imam Baihaqi tentang firman Allah Ta’aala :

الرّحْمٰنُ  عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى

“ Ar-Rahman beristiwa di Arsy “ (QS. Thaha : 5)
Ibnu Abbas menafsirkannya : “ Istaqarra / bersemayam “.[1]
Benarkah pengakuan Ibnul Qayyim tersebut ? Sekarang kita tengok langusng kitab al-Asmaa wa ash-Shifat imam al-Baihaqi, bagaimanakah komentar imam al-Baihaqi sendiri tentang riwayat sayyidina Abdullah bin Abbas tersebut ? kita simak scan redaksinya berikut :



“….Riwayat tersebut (yang mengatakan Abdullah bin Abbas menafsirkan istiwa dengan bersemayam) adalah mungkar …“.[2]
Imam al-Baihaqi memang menukil riwayat itu, tapi setelahnya beliau mengomentarinya bahwa riwayat itu mungkar dan tak layak dinisbatkan kepada Ibnu Abbas. Namun kenapa oleh Ibnul Qayyim komentar beliau tersebut tidak diikut sertakan dalam nukilannya dikitabnya Ijtima’ al-Juyusy ?? Seolah-olah imam Al-Baihaqi menerima riwayat tersebut, padahal beliau menolaknya. Dan nukilan Ibnul Qayyim ini banyak dinukil pula oleh ulama wahabi setelahnya.
Sikap curang seperti ini pun terwariskan oleh para ulama wahabi setelahnya, di antaranya syaikh at-Tuwaijari di dalam menukil kalam imam Ibnu Hajar tentang hadits Khalqi Adam, dalam kitabnya, at-Tuwaijari tidak jujur menampilkan ucapan al-Hafidz Ibnu Hajar secara lengkap sebagaimana dilakukan Ibnul Qayyim di atas, bahkan Albani pun mencela perbuatan at-Tuwaijari tersebut dan mengatakan ia telah memanipulasi ucapan Ibnu Hajar, dan Albani mengatakan bahwa bukan hanya di situ saja at-Tuwaijari melakukan penipuan dan kecurangannya bahkan di kitab-kitab lainnya pun tidak lepas dari penipuan, perhatikan ucapan Albani tersebut :



“ Dalam kesempatan ini aku katakan : Sungguh telah berbuat buruk syaikh at-Tuwaijari terhadap akidah dan sunnah yang sahih secara bersamaan dengan karya tulisnya yang ia namai “ Aqidah ahli iman fii khlaqi Adam ‘alaa shuratir Rahman “, karena akidah itu tidak boleh kecuali harus dengan hadits yang sahih..” kemudian Albani mengatakan setelahnya : “ Bagaimana at-Tuwaijari mensahihkan hadits itu, sedangan ia tahu bahwa Ibnu Luhai’ah adalah seorang rawi yang dhaif, dsamping itu at-Tuwaijari telah mendistorsi tautsiqnya (pada halaman 27) walaupun dengan merubah ucapan para ulama hafidz hadits dan memotong ucapa mereka. Dia (at-Tuwaijari) berkata : “ Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata di dalam kitab at-Taqrib : “ Dia adalah shaduq “, sedangkan di tidak menampilkan ucapan Ibnu Hajar secara lengkapnya berikut : “ Ia mengalami kesalahan setelah kitabnya terbakar, sedangkan riwayat Ibnul Mubarak dan Ibnu Wahb lebih adil lainnya “, Hadits ini bukanlah dari riwayat salah satunya, apa yang pantas disebut bagi orang yang menukil ucapan secara sepotong-potong dan menyembunyikan sebagian yang lainnya ? perbuatan at-Tuwaijari semacam ini sangat banyak tidak cukup menjelaskannya di ta’liq ini “.[3]
Demikianlah para ulama wahabi melakukan kecurangan dan penipuannya mulai dari ulama terdahulunya yang menjadi panutan di kalangan wahabi hingga sampai ulama kontemporernya, sehingga menjadi tradisi mereka demi menyebarkan doktrin menyimpangnya. Naudzu billahi min dzaalik…
Semoga kita selalu istiqamah menjalankan manhaj para ulama salaf dan memberantas bid’ah-bid’ah dholalah para pelaku bid’ah seperti wahabi.

Ibnu Abdillah Al-Katibiy
Kota Santri, 30-04-2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar